KETIKA kita kehilangan ide ingin masak apa, ChatGpt bisa memberikan solusinya. Setelah OpenAI merilis GPT-4, kita dapat mengunggah foto sayuran dan bahan makanan, maka GPT-4 akan memberikan sejumlah opsi makanan yang bisa dimasak dari bahan tersebut.
Itu hanya salah satu kelebihan versi GPT-4 yang bisa menerima input gambar, teks, dan mengeluarkan luaran teks. Jawaban juga bisa melampaui 25.000 kata atau delapan kali versi sebelumnya. OpenAI hanya perlu waktu enam bulan untuk menyelesaikan fitur keselamatan GPT-4, dan melatihnya untuk merespons jawaban manusia.
Terlepas dari segala kemudahan dan manfaat untuk manusia, perkembangan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang terus melesat telah memantik kekhawatiran para ahli AI terkait berbagai dampaknya, sehingga usul moratorium terus digaungkan.
AI Spektakuler
Abad ini artificial intelligence (AI) adalah sebuah ilmu relatif baru, yang melahirkan produk teknologi berupa kecerdasan buatan yang secara langsung berdampak pada manusia dan ekosistem peradabannya.
Menurut Legal Information Institute, Cornell Law School AS, kecerdasan buatan merujuk pada penggunaan teknologi dan algoritma untuk melakukan tugas, membuat aturan dan/atau prediksi berdasarkan kumpulan data yang ada.
Dirangkum dari regulasi AS, 10 US Code § 2358, kecerdasan buatan meliputi sejumlah hal: Pertama, sistem artifisial apapun yang menjalankan tugas dalam keadaan yang bervariasi dan tidak dapat diprediksi, tanpa pengawasan manusia yang signifikan, atau yang dapat belajar dari pengalaman dan meningkatkan kinerja atas pengaruh kumpulan data.
AI adalah sistem buatan yang dikembangkan dalam perangkat lunak komputer, perangkat keras, atau konteks lain. Umumnya AI bisa menyelesaikan tugas-tugas yang membutuhkan persepsi, kognisi, perencanaan, pembelajaran, komunikasi, atau tindakan fisik seperti manusia.
Kedua, AI merupakan sistem buatan yang dirancang untuk berpikir atau bertindak seperti manusia, termasuk arsitektur kognitif dan jaringan saraf. Teknologi ini juga mencakup serangkaian teknik, termasuk pembelajaran mesin, yang dirancang untuk mendekati tugas kognitif.
Ketiga, sistem AI dirancang untuk bertindak secara rasional, termasuk agen perangkat lunak cerdas atau robot. Tujuannya dicapai dengan menggunakan persepsi, perencanaan, penalaran, pembelajaran, komunikasi, pengambilan keputusan, dan tindakan.
Sementara Uni Eropa, dalam laman Council of Europe 2023 dengan judul “History of Artificial Intelligence”, menyebutkan AI merupakan seperangkat ilmu baru yang lahir sekitar 60 tahun lalu, berupa teori dan teknik. Di dalamnya termasuk logika matematika, statistik, probabilitas, neurobiologi komputasi, dan ilmu komputer, yang bertujuan untuk meniru kemampuan kognitif manusia.
Sekitar tahun 1956, para ilmuwan seperti John McCarthy, Marvin Minsky, Allen Newell, dan Herbert A Simon, terlibat dalam pengembangan AI sebagai bidang ilmu mandiri. AI lahir pada tahun-tahun awal pengembangan teknologi komputer.
Perkembangan AI telah menyebabkan komputer melakukan fungsi yang semakin kompleks. Banyak hal yang bisa dilakukan, yang sebelumnya hanya dapat didelegasikan kepada manusia.
Council of EU lebih lanjut menyatakan, sejak 2010 disiplin ini telah mengalami ledakan baru, terutama karena peningkatan komputasi komputer dan akses terhadap data dalam jumlah besar.
Pengembangan AI sebagai bidang ilmu dan teknologi terus berlanjut dengan sangat pesat dan melahirkan para inventor AI lainnya seperti Geoffrey Hinton, yang memiliki spesialis dalam bidang jaringan saraf tiruan (neural networks) dan deep learning, Yann LeCun, ahli komputer vision dan algoritma Convolutional Neural Network (CNN), dan Yoshua Bengio, pionir deep learning dan model neural network untuk pemrosesan bahasa alami.
Ahli AI lainnya adalah Andrew Ng, Fei-Fei Li, Demis Hassabis, dan seorang profesor ilmu komputer University of California Berkeley, Stuart Russel, yang akhir-akhir ini viral karena kuliahnya tentang AI dan terus mengingatkan bahaya AI jika tidak segera mengubah konsep dan pendekatannya.
Pedang Bermata Dua
Perdebatan internasional menunjukan bahwa AI ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi dapat digunakan untuk berbagai tujuan positif dalam membantu kehidupan manusia. Di sisi lain AI berpotensi mengancam peradaban dan keselamatan manusia jika tidak dikendalikan.
Ancaman antara lain terkait data pribadi. Washington Post pada 31 Maret 2023, misalnya, melaporkan bahwa Italia melarang penggunaan ChatGPT karena komitmennya terhadap data pribadi. Namun larangan itu tidak berlangsung lama, karena sebagaimana dilansir BBC News (28/4/22023) akses untuk ChatGPT telah dipulihkan. OpenAI juga mengatakan telah “mengatasi atau mengklarifikasi” masalah tersebut.
AI secara prinsip dapat terus dikembangkan, tetapi diletakan dalam konteks sebagai alat yang diciptakan manusia, dan cara penggunaannya dirancang dan dikendalikan manusia. Dengan kata lain, AI harus dirancang untuk membantu manusia dan bukan untuk menggantikan eksistensi dan peran manusia.
Harus dipahami, pada hakikatnya AI juga tidak memiliki kecerdasan emosional dan moral seperti manusia, sehingga AI tidak mungkin melakukan hal berbasis emosi dan hati nurani. Karena itu jangan harap AI dapat melakukan keputusan dengan adil dan bijaksana seperti yang dapat dilakukan manusia.
Hal itu pula yang sempat heboh saat “Robot Pengacara” diciptakan sebuah start up di AS, dan ditentang pengadilan di sana, seperti yang saya tulis di Kompas.com pada 23 Februari 2023.
Data dan Kinerja AI
Contoh realitas implementasi AI adalah ChatGpt yang menerapkan arsitektur GPT (Generative Pre-trained Transformer), yang merupakan model deep learning yang dilatih pada banyak dokumen teks dari internet dan sumber lainnya. Model ini didukung teknologi pemrosesan bahasa alami Natural Language Processing (NLP) yang dapat memahami dan memproses bahasa layaknya manusia.
Kinerja AI sangat tergantung pada data yang digunakan untuk melatih dan menguji modelnya. AI tidak dapat membuat keputusan berkualitas atau prediksi akurat, tanpa dukungan data yang benar dan berkualitas untuk diproses.
Data yang yang terstruktur, bersih, dan relevan untuk tujuan penggunaan AI adalah variabel penting. Data yang tidak memadai dapat menyebabkan AI mengambil keputusan yang salah, bias, atau prediksi tidak akurat bahkan halusinatif.
AI juga harus terus menerima masukan data baru. Sebagai contoh, untuk melatih ChatGPT, data berasal dari berbagai sumber lintas teritori, multi disiplin, dan lintas waktu, termasuk buku, artikel, blog, situs web, dan dokumen lainnya yang tersedia di internet.
Berdasarkan data ini, model dilatih dengan menggunakan teknik deep learning, yang juga mencakup pengolahan bahasa alami, dan pembelajaran mandiri (self-learning) untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan jawaban dari model sesuai pengetahuan terkini, agar dapat memberikan jawaban yang akurat dan terpercaya.
Salah satu kelemahan ChatGTP saat ini adalah kesenjangan data berbasis waktu, sehingga jika ditanya soal aktual di luar database berbasis waktu yang tersedia, jawaban bisa ngaco. Inilah realitas yang harus diwaspadai.
Meskipun ke depan seiring perkembangannya, mungkin akan bisa mengolah data secara realtime, pengguna tetap harus hati-hati, karena tidak semua data dan fenomena tersedia secara akurat dan komprehensif dalam bentuk “data bersih” di internet sebagai data base AI.
Karena itu jangan heran jika kita bertanya, tetapi jawabannya bias, halusinatif, dan terkadang “ngotot” pula. OpenAI sendiri memang berulang mengingatkan bahwa GPT-4 bisa saja ‘berhalusinasi’, dalam arti AI “mengarang” fakta atau membuat kesalahan penalaran.
Realitas inilah yang sesungguhnya mengkhawatirkan, termasuk bagi kalangan tokoh AI sendiri.
Digunakan dengan Bijak
AI harus terus dikembangkan dan digunakan dengan bijak dan benar untuk tujuan dan kemaslahatan umat manusia. AI juga harus diproyeksikan untuk membantu manusia dalam banyak hal, dengan tetap berpijak pada nilai-nilai peradaban manusia untuk manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia dan alam semesta.
Karena itu, pendekatan non-teknologi seperti hukum (cyberlaw), ekonomi, sosial, budaya, lebih luasnya humaniora, menjadi penting untuk mengawal implementasi dan pengembangan dan penggunaan AI, sejalan dengan misi Industry 5.0 yang berpusat pada eksistensi dan peran manusia.
Sebagaimana dikemukakan Jiewu Leng et al, dalam Journal of Manufacturing Systems Volume 65, Oktober 2022, bahwa Industry 5.0 bertujuan untuk menempatkan kesejahteraan manusia di pusat sistem manufaktur, sehingga mencapai tujuan sosial di luar pekerjaan, dan pertumbuhan untuk memberikan kemakmuran, bagi pembangunan berkelanjutan seluruh umat manusia.
Jiewu Leng menyebut tiga karakteristik utama Industry 5.0 yaitu human-centricity, sustainability, dan resiliency. Menghalangi perkembangan AI tentu sangat tidak bijaksana, karena AI perlu terus dikembangkan.
Namun, melakukan moratorium sampai ditetapkannya regulasi, instrumen hukum internasional, dan model, serta persepsi yang membuat AI “mengabdi” pada kepentingan dan peradaban manusia seperti digaungkan banyak tokoh teknologi sangat penting.
Masyarakat diimbau untuk hati-hati dalam menggunakan produk dan platform chatbot berbasis AI. Cek, cek ulang, klarifikasi, dan komparasi dengan sumber lain, dan mengkaji cermat jawaban dan solusi yang ditawarkan chatbot adalah hal sangat penting. Apalagi untuk hal-hal yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan keamanan manusia.