Posted in

Puisi adalah cara saya untuk mengekspresikan perasaan yang tak terucapkan.

Puisi adalah Cara Saya untuk Mengekspresikan Perasaan yang Tak Terucapkan

Dalam kehidupan, ada banyak momen di mana kata-kata biasa terasa tak cukup untuk menggambarkan apa yang saya rasakan. Perasaan sedih, bahagia, rindu, kecewa, atau harapan seringkali begitu dalam, begitu rumit, hingga tak mampu saya ungkapkan dalam bentuk ucapan sehari-hari. Di saat itulah, puisi menjadi pelarian—atau lebih tepatnya, penyelamat.

Puisi bukan hanya sekadar rangkaian kata yang indah. Ia adalah jendela jiwa saya, tempat segala hal yang tak bisa diucapkan menemukan bentuk dan suara. Melalui puisi, saya bisa menumpahkan rasa tanpa takut dihakimi, tanpa perlu menjelaskan secara logis atau runut. Saya bebas bermain dengan metafora, menyembunyikan luka dalam rima, atau menjeritkan cinta dalam bait-bait yang sederhana.

Menulis puisi adalah proses yang personal. Kadang muncul dari tangisan dalam malam yang sunyi, kadang dari tawa yang penuh harap, dan kadang dari diam yang panjang. Tidak semua puisi saya pahami sepenuhnya saat menulisnya—beberapa baru terasa maknanya setelah waktu berlalu. Tapi justru di situlah keindahannya: puisi menjadi catatan emosi yang jujur, tak tersaring oleh logika atau tekanan sosial.

Dalam puisi, saya menemukan ruang yang aman. Ia memberi saya kendali atas kekacauan batin, sekaligus keleluasaan untuk merayakan keindahan perasaan manusia. Ia mengajari saya bahwa tidak apa-apa jika saya tidak selalu bisa menjelaskan apa yang saya rasakan, selama saya bisa menuliskannya.

Bagi sebagian orang, puisi mungkin hanya sekadar seni sastra. Tapi bagi saya, puisi adalah bahasa hati. Ia adalah cara saya menyembuhkan diri, memahami hidup, dan menyampaikan apa yang tak sanggup saya ucapkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *